Pages

Thursday, December 13, 2018

Memasuki Pemilu 2019, Bagaimana Kondisi IHSG dan Rupiah?

Sebelumnya, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menilai kondisi dan kinerja pasar keuangan di Indonesia mulai menunjukkan arah positif di penghujung tahun ini. Setelah sebelumnya sempat bergejolak akibat dari kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian.

Chief Economist and Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Katarian Setiawan menyebutkan beberapa kondisi yang saat ini mempengaruhi sentimen terhadap pasar keuangan diantaranya kekhawatiran pertumbuhan global, kenaikan suku bunga Amerika Serikat (The Fed) yang sangat agresif, dan perang dagang antara Amerika Serikat dengan mitra dagangnya.

Dia menjelaskan semua hal tersebut membuat pasar bergejolak dan bergerak negatif pada tahun berjalan 2018.

“Di penghujung tahun, kondisi pasar mulai kondusif. Terlihat dari kinerja pasar saham dan obligasi yang yang tumbuh masing-masing 3,85 persen (MoM) dan 4,17 persen (MoM),” kata dia dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Kamis 13 Desember 2018.

Dia menilai perbaikan kondisi di akhir tahun tersebut merupakan sinyal positif untuk tahun depan. Selain itu menyoroti nilai tukar Rupiah yang menguat 5,93 persen per November 2018 setelah sebelumnya terdepresiasi atau melemah terhadap Dolar AS.

Hal tersebut tentunya akan semakin menambah nilai positif pada pasar keuangan Indonesia. Dengan demikian, kondisi pasar keuangan di tahun depan akan lebih baik. “Pasar finansial pun bersiap menatap arah yang lebih positif di tahun 2019,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, pihaknya memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di tahun depan berkisar antara 6.900 hingga 7.100. Sementara nilai tukar Rupiah antara 14.500 sampai 15.200.

Setidaknya ada tiga pembahasan utama yang akan mewarnai perjalanan pasar finansial global di tahun 2019, yaitu pertumbuhan ekonomi dunia yang masih positif meski cenderung mengalami moderasi, suku bunga global yang akomodatif, dan perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan mitra-mitranya.

“Berbeda dengan awal tahun 2018, di tahun 2019 pasar sudah memperhitungkan dampak perang dagang dan pengetatan moneter bagi pertumbuhan ekonomi dunia. Harga-harga saham sudah terkoreksi di tahun ini. Sementara, pertumbuhan laba korporasi tahun 2019 yang diperkirakan masih positif,” dia menandaskan.

Sementara dari sisi suku bunga global, lanjut Katarina, kenaikan suku bunga The Fed diperkirakan tidak akan seagresif tahun 2018. Hal ini lantaran Amerika Serikat harus menghadapi meredanya dampak positif dari pemotongan pajak terhadap pertumbuhan ekonominya, sementara kenaikan suku bunga agresif selama dua tahun berturut-turut akan mulai menggerus laju pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

“Karena kenaikan suku bunga The Fed yang tidak terlalu agresif, otomatis tekanan kenaikan suku bunga di negara-negara berkembang akan mereda,” tutur dia.

Let's block ads! (Why?)

from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com https://ift.tt/2Bio5KW

No comments:

Post a Comment