Liputan6.com, Jakarta - Gabungan keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 PK-LQP mengadukan maskapai Lion Air kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mereka mengeluhkan syarat yang diberikan oleh pihak maskapai jika ingin asuransi atau uang santunan korban cair.
“Sampai saat ini pihak Lion Air memberatkan beberapa syarat kepada keluarga korban,” kata Inchy Ayorbaya yang merupakan istri dari korban bernama Paul Ayorbaya saat dijumpai dalam aksi penyampaian aspirasi di depan istana merdeka, Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Hal tersebut dinilai tidak sesuai aturan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Angkutan Udara.
“Sesuai dengan peraturan, itu sudah jadi hak kami tanpa embel-embel kami tidak boleh begini kami tidak boleh begitu. Dikasih kompensasi tidak seberapa, sudah tutup buku. Padahal keluarga ingin tahu lebih lanjut,” ujarnya.
Adapun syarat yang diajukan pihak maskapai adalah pihak keluarga tidak berhak menuntut Lion Air, Boeing dan anak usaha mereka yang berjumlah hampir 200 perusahaan jika sudah menerima uang kompensasi tersebut. Akibatnya, banyak keluarga yang sampai saat ini masih belum memperoleh kompensasi tersebut sebab keberatan dengan syarat yang diajukan.
“Santunan-santunan sudah ada yang terima, tapi mayoritas belum karena ada persyaratan-persyaratan tidak menuntut dan segala macam. Harusnya tidak ada persyaratan-persyaratan itu, itu kan hak sepenuhnya keluarga korban,” kata Johan Harry Saroinsong di lokasi yang sama. Johan merupakan ayah dari korban bernama Hizkia Jorry Saroingsong.
Dia menyebutkan 90 persen pihak keluarga masih belum menerima kompensasi sebab keberatan dengan syarat tersebut. “Mungkin 90 persen, masih banyak masih banyak. Makanya kami minta presiden turun tangan,” ujarnya.
Dia mengungkapkan pihak keluarga berspekulasi hal tersebut merupakan permintaan pihak Boeing selaku pembuat pesawat. “Sebenarnya itu kan mungkin juga link dari Boeing. Boeing kan memproteksi diri dengan pembeli termasuk klien. Jadi kita tahu kan lawyer-lawyer di Amerika termasuk lawyer Boeing kan mereka sudah semua pintu-pintu masuk udah ditutup. Termasuk enggak boleh mengclaim mereka,” ujarnya.
“Kalian tahu kan santunan kan kecil, di Amerika di beberapa negara dihargai sangat baik. Saya aja 100 tiriliun ngasih ke saya, saya buang duitnya. Yang pentung anak saya kembali ke rumah. Nyawa enggak bisa dihargai dengan uang. Tapi kami bukan menuntut uang,” dia mengakhiri.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com https://ift.tt/2RXnK7J
No comments:
Post a Comment