Venezuela, negara yang kaya minyak serta pemerintah yang membanggakan diri sebagai penganut sosialisme. Segala predikat itu tampak hampa ketika rakyatnya kabur ke negara lain karena kelaparan dan inflasi mencapai satu juta persen.
Menurut laporan International Monetary Fund (Dana Moneter Internasional, IMF), inflasi Venezuela diproyeksikan menyentuh satu juta persen pada akhir 2018.
IMF menyebut, pemerintahan Venezuela akan terus mengandalkan ekspansi basis keuangan (monetary base), yang justru mempercepat inflasi sebagaimana permintaan uang yang terus merosot.
Tak aneh bila muncul kabar-kabar uang Venezuela, bolivar, ditemukan di tong sampah atau dijadikan tas, karena nilai mata uang di sana sudah jatuh.
Venezuela memang terlalu bergantung pada ekspor minyak, serta tidak ada diversifikasi pada perindustriannya. Jadinya, saat harga minyak jatuh, otomatis ekonomi Venezuela langsung kocar-kacir.
Presiden Nicolas Maduro pun hanya bisa menyalahkan pihak-pihak lain, seperti Amerika Serikat (AS), Portugal, dan Kolombia, atas krisis di negaranya.
Lebih lanjut, IMF menyebut apa yang dialami Venezuela persis seperti di Jerman pada 1923. "Situasi di Venezuela serupa dengan di Jerman pada 1923 atau Zimbabwe pada akhir 2000."
Krisis yang terjadi di Venezuela juga memberi efek pada negara-negara tetangga. Pasalnya, banyak penduduk Venezuela yang memilih bermigrasi ke negara-negara terdekat, seperti Kolombia.
Tidak hanya manusia yang kena dampak, hewan di kebun binatang menjadi kurus kering, dan tanaman di kebun raya juga layu karena masalah ekonomi di Venezuela
"Runtuhnya aktivitas ekonomi, hiperinflasi, dan menambah buruknya ketersediaan kebutuhan publik (layanan kesehaatan, listrik, air, transportasi, dan keamanan) begitu pula kurangnya makanan di harga subsisdi telah menimbulkan derasnya migrasi, yang memberikan efek luapan (spillover effect) ke negara-negara tentangga," tulis IMF.
from Berita Hari Ini, Kabar Harian Terbaru Terkini Indonesia - Liputan6.com https://ift.tt/2w8b3hr
No comments:
Post a Comment